Oktober 26, 2007

Formalisasi Syari’at Islam di Indonesia:

Oleh: M. Zainal Anwar®

Abstract

Di Indonesia, isu penerapan syariat Islam sudah muncul sejak lama. Anthony Reid menunjukkan bahwa sejak awal abad ke-17 M., hukum Islam yang ketat telah diterapkan secara parsial di Banten (Jawa Barat) dan Aceh, di mana misalnya hukum potong tangan diberlakukan kepada para pencuri. Hal ini menunjukkan betapa sejak awal sejarah Islam di Nusantara, isu Syariat Islam telah bergema.

Sejak dulu hingga sekarang, perjuangan menerapkan Syariat Islam di Indonesia selalu menimbulkan pro dan kontra, terutama ketika perjuangan ini diarahkan pada upaya mendapatkan legitimasi dan operasionalisasi melalui negara secara formal. Jika selama Orde Baru perbincangan Syariat Islam seolah telah tutup buku, jatuhnya rezim Soeharto bisa dikatakan membuka lembara baru perbincangan syariat Islam tersebut. Di era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang, gagasan penerapan Syariat Islam kembali mengemuka. Upaya untuk menggali dan memunculkan kembali "tujuh kata" yang hilang dalam Piagam Jakarta tersebut mulai digulirkan beberapa kelompok.

Inilah tampaknya awal dari gegap gempita wacana Syariat Islam di Indonesia pasca orde baru. Setelah 9 tahun reformasi, perjuangan memformalisasikan syariat islam kian hari kian semarak. Sejak Otonomi daerah dilaksanakan hingga Juli 2006, tercatat 56 kebijakan peraturan daerah dalam berbagai bentuk; Peraturan Daerah (perda), qanun, surat edaran, dan keputusan kepala daerah. Produk kebijakan daerah tersebut secara tegas berorientasi pada ajaran moral Islam hingga pantas disebut perda Syariat Islam.

Dalam konteks pluralisme dimana banyak kelompok yang seharusnya memiliki akses yang sama dalam mewarnai proses kebijakan, kelompok muslim, dengan adanya perda syariat tersebut, berusaha memperoleh hak istimewa dengan memunculkan kebijakan yang diinginkannya. Di aras lain, banyak kelompok yang belum sepakat dengan penerapan kebijakan publik yang bernuansa Syariat Islam. Kelompok ini biasanya adalah minoritas non-muslim dan kalangan muslim moderat.

Tulisan ini mengulas formalisasi Syariat Islam dalam aras kebijakan publik di Indonesia. Untuk mengulas hal tersebut, penulis menggunakan perspektif pluralisme politik. Dalam pendekatan pluralisme politik dalam kebijakan publik, ada beberapa pertanyaan kunci yang akan memandu peneliti dalam studi ini. Pertanyaan penting dalam pendekatan pluralisme adalah; siapa yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan; pilihan siapa yang diterima sebagai sebuah keputusan; dan siapakah yang bisa memberi pengaruh terhadap hasil (outcomes) keputusan.

Setelah membahas panjang lebar konsep pluralisme politik dan kebijakan publik, tulisan ini lalu membahas wacana dan aspirasi formalisasi Syari’at Islam yang bergaung di level Pusat hingga daerah, dan respon kaum minoritas terhadap kebijakan publik yang merujuk pada agama tertentu. Alur tulisan ini beranjak pada perspektif pluralisme politik terhadap persoalan yang diangkat dan diakhiri dengan penutup.

Keywords: The Formalitation of Shari'ah, public policy, moslem community, non-moslem community, pluralisme politik.

® Alumni Fakultas Syari'ah tahun 2005. Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogya Prodi Hukum Islam dengan Konsentrasi Ilmu Politik dan Pemerintahan dalam Islam dan Staf Peneliti Institute for Research and Empowerment [IRE] Yogyakarta.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam,
Saudara Zan, Saya sedang Riset Disertasi pada jurusan SOSIOLOGI UI tentag Formalisasi Syariat ISlam di Indonesia.

Bila berkenan, kita bertukar beberapa tulisan tentang topik terkait.

Senang membaca kepedulian tulisan Saudara.
Email saya di as_Sabiq@yahoo.com

Wassalam,

Aba Rayhan

dr. Muhammad Friss mengatakan...

Assalamualaikum wr wb

Kepada Yth
Kang M Zainal Anwar
Peneliti Institute for Research and Empowerment [IRE] Yogyakarta.

Salam Kenal, Saya Muhammad Friss sedang menulis tesis tentang debat formalisasi syariat Islam di Indonesia, antara kubu Liberal versus Konservatif. Oleh karena itu mohon diskusi, rekomendasi literatur, makalah, jurnal, maupun artikel yang terkait. Terima kasih.

Wassalamualaikum wr wb

Muhammad Friss